Rabu, 26 Oktober 2011


TUJUAN HUKUM ISLAM

            Adapun tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, mengarahkan mereka pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat, dan mencegah atau menolak yang mudharat, yakni yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan manusia. Abu Ishaq al-Satibi merumuskan lima tujuan hokum Islam, yakni
(1)memelihara (agama),
(2) jiwa,
(3) akal,
(4) keturunan,
(5) harta yang disebut maqashid al-khamsah.
Kelima tujuan ini kemudian disepakati oleh para ahli hokum Islam. Agar dapat dipahami dengan baik dan benar, masing-masing tujuan hokum Islam tersebut dapat dijelaskan satu per satu :

1.     Memelihara Agama
Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia supaya martabatnya dapat terangkat lebih tinggi dari martabat makhluk lain, dan memenuhi hajat jiwanya. Beragama merupakan kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, karena agamalah yang dapat menyentuh nurani manusia. Agama Islam harus terpelihara dari ancaman orang-orang yang akan merusak akidah, syari’ah dan akhlak, atau mencampur adukkan ajaran agama Islam dengan paham atau aliran yang bathil. Agama Islam memberi perlindungan kepada pemeluk agama lain untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya. Agama Islam tidak memaksakan pemeluk agama lain meninggalkan agamanya untuk memeluk agama Islam. Hal ini dengan jelas disebutkan dalam QS. 2 (Al-Baqarah) : 256.
2.     Memelihara Jiwa
Menurut hokum Islam, jiwa itu harus dilindungi. Untuk itu hokum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Hukum Islam melarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatan hidupnya.
3.     Memelihara Akal
Menurut hukum Islam, seseorang wajib memelihara akalnya, karena akal mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Dengan akal manusia dapat memahami wahyu Allah, baik yang terdapat dalam kitab suci Al Qur’an maupun wahyu Allah yang terdapat dalam alam (ayat-ayat kauniyah). Dengan akalnya, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seseorang tidak akan mampu menjalankan hukum Islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal yang sehat. Oleh karena itu pemeliharaan akal merupakan salah satu tujuan hukum Islam. Untuk itu hukum Islam melarang seseorang meminum minuman yang memabukkan yang disebut dengan istilah khamar, dan member hukuman pada perbuatan orang yang merusak akal. Larangan minum khamar ini dengan jelas disebutkan dalam QS. 5 (Al-Maidah): 90.
4.     Memelihara Keturunan
Dalam hokum Islam, memelihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Oleh karena itu dalam hokum Islam untuk meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang syah menurut ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al Qur’an dan al-Sunnah dan dilarang melakukan perbuatan zina. Hukum kekeluargaan dan hokum kewarisan Islam yang ada dalam Al Qur’an merupakan hokum yang erat kaitannya dengan pemurnian keturunan dan pemeliharaan keturunan. Dalam Al Qur’an, hokum-hukum yang berkenaan dengan masalah perkawinan dan kewarisan disebutkan secara tegas dan rinci, seperti larangan-larangan perkawinan yang terdapat dalam QS. 4 (Al-Nisa’) : 23. Sedangkan larangan berzina, disebutkan dalam QS. 17 (Al-Isra’) : 32.
5.     Memelihara Harta
Menurut hokum Islam, harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya. Untuk itu manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi (makhluk yang diberi amanah Allah untuk mengelola alam ini sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya) dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, artinya syah menurut hokum dan benar menurut ukuran moral. Pada prinsipnya, hokum Islam tidak mengakui hak milik seseorang atas sesuatu benda secara mutlak. Kepemilikan atas suatu benda secara mutlak hanya pada Allah, namun karena diperlukan adanya kepastian hokum dalam masyarakat, untuk menjamin kedamaian dalam kehidupan bersama, maka hak milik sesorang atas suatu benda diakui dengan pengertian, bahwa hak milik itu harus diperoleh secara halal dan berfungsi  sosial (Anwar Haryono, 1968 : 140). 

2 komentar: