Rabu, 12 Oktober 2011


SISTEM EKONOMI ISLAM DALAM KESEJAHTERAAN UMAT

Menurut ajaran Islam, semua kegiatan umat Islam, termasuk kegiatan sosial ekonominya harus berlandaskan pada tauhid (Keesaan Allah). Setiap ikatan atau hubungan antara seseorang dengan orang lain dan penghasilannya yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid, adalah ikatan atau hubungan yang tidak Islami. Dengan demikian, realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam, sebab hal ini berarti mengingkari tauhid. Menurut ajaran Islam, hak milik mutlak hanya ada pada Allah saja. Hal ini berarti bahwa, hak milik yang ada pada manusia hanyalah hak milik nisbi atau relative. Menurut ajaran Islam, setiap individu bisa menjadi pemilik apa yang diperolehnya melalui bekerja dalam arti yang seluas-luasnya. Manusia berhak untuk mempertukarkan hak itu dalam batas-batas yang telah ditentukan secara khusus dalam hukum Islam. Persyaratan-persyaratan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, yaitu dengan system keadilan dan dengan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya. Hak milik perorangan didasarkan atas kebebasan individu yang wajar dan kodrati, sedangkan kerjasama didasarkan atas kebutuhan dan kepentingan bersama. Menurut ajaran Islam, manfaat dan kebutuhan akan materi adalah untuk kesejahteraan seluruh umat manusia, bukan hanya sekelompok manusia saja. (Ismail R. Al-Faruqi, 1982: 205).
Dalam ajaran Islam terdapat pula prinsip utama, yaitu :
a.     Tidak seorangpun ataupun sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain
b.     Tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi dikalangan mereka saja.
Dengan demikian, seorang muslim harus mempunyai keyakinan, bahwa perekonomian suatu kelompok, bangsa maupun individu pada akhirnya kembali berada di tangan Allah. Jika seseorang memiliki keyakinan yang demikian, dirinya tidak akan diperbudak oleh keduniaan.
Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia adalah sama derajatnya di mata Allah dan di depan hokum yang diwahyukannya. Untuk merealisasi kekeluargaan dan kebersamaan tersebut, harus ada kerjasama dan tolong-menolong. Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat di muka hukum tidaklah ada artinya, kalau tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas sumbangannya terhadap masyarakat. Agar supaya tidak ada eksploitasi yang dilakukan sesorang terhadap orang lain, maka Allah melarang umat Islam memakan hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam QS. 26 (al-Syu’ara) : 183.
Dengan kominten Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi dan sosial, maka ketidak adilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan dengan Islam. Akan tetapi, konsep keadilan Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut   bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang kontribusinya dalam masyarakat (Khurshid Ahmad, 1983 : 230). Islam meberikan toleransi ketidak samaan pendapatan sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat. Disebutkan dalam QS. 16 (Al-Nahl) : 71.
Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Allah, atau diinvestasikan kembali dalam suatu usaha yang akan mendatangkan keuntungan, lapangan kerja dan penghasilan bagi orang lain. Sedekah sudah ada sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Semua agama dan sistem etika memandang amal itu sebagai suatu amal yang tinggi, dan Islam melanjutkan tradisi tersebut (Ismail R. al-Faruqi, 1982 : 219). Banyak ayat Al Qur’an yang mendorong manusia untuk beramal sedekah, antara lain adalah QS. 4 (Al-Nisa’) : 114. Selain sedekah dalam ajaran Islam masih ada bebrapa lembaga yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan harta kekayaan seseorang, yakni infak, hibah, zakat, dan wakaf.
Dalam ajaran Islam, ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah, dan hubungan manusia dengan manusia lain serta makhluk lain. Kedua hubungan itu harus berjalan serentak. Menurut ajaran Islam, dengan melaksanakan kedua hubungan itu hidup manusia akan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Lembaga-lembaga ekonomi Islam, zakat, infak, sedekah, hibah, dan wakaf, dimaksudkan untuk menjembatani dan memperdekat hubungan sesame manusia, terutama hubungan antara kelompok yang kuat dengan kelompok yang lemah, antara yang kaya dan yang miskin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar