Rabu, 26 Oktober 2011


PERBEDAAN PRINSIF ANTARA KONSEP HAM DALAM ISLAM DAN BARAT

Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandang Barat dan Islam. Hak Asasi Manusia menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat  antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat pada manusia. Dengan demikian, manusia sangat dipentingkan. Sebaliknya, hak-hak asasi manusia ditilik dari sudut pandangan Islam bersifat teosentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada Tuhan. Dengan demikian, Tuhan sangat dpentingkan. Dalam hubungan ini, AK. Brohi menyatakan, berbeda dengan pendekatan Barat, strategi Islam sangat mementingkan penghargaan terhadap hak-hak asasi dan kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran keagamaan yang terpatri di dalam hati, fikiran, dan jiwa penganut-penganutnya. Perspektif Islam sungguh-sungguh bersifat teosentris.

Pemikiran Barat menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu. Dalam Islam, melalui firman Allah dinyatakan, Allahlah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Disinilah letak perbedaan Yang fundamental antara hak-hak asasi manusia menurut pola pemikiran Barat dengan hak-hak asasi manusia menurut pola ajaran Islam. Makna teosentris bagi orang Islam adalah manusia pertama-tama harus meyakini ajaran pokok Islam yang dirumuskan dalam dua kalimat syahadat, yakni pengakuan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusan Allah. Barulah setelah itu manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, menurut isi keyakinannya itu. ( Mohammad Daud Ali, 1995 : 304 ).

Dari uraian tersebut, sepintas lalu tampak bahwa seakan-akan dalam Islam manusia tidak mempunyai hak-hak asasi. Dalam konsep Islam, seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas kepada Allah karena ia harus mematuhi hokum-Nya. Namun secara paradox, di dalam tugas-tugas inilah terletak semua hak dan kemerdekaannya. Menurut ajaran Islam, manusia mengakui hak-hak dari manusia lain, karena hal ini merupakan sebuah kewajian yang dibebankan oleh hokum agama untuk mematuhi Allah. (A.K. Brohi, 1982 : 204). Oleh karena itu hak asasi manusia dalam Islam tidak semata-mata menekankan pada hak asasi manusia saja, akan tetapi hak-hak itu dilandasi kewajiban asasi manusia untuk mengabdi kepada Allah sebagai penciptanya.

Petunjuk Ilahi yang berisikan hak dan kewajiban tersebut telah disampaikan kepada umat manusia sejak manusia itu ada. Diutusnya manusia pertama (Adam) ke dunia mengindikasikan bahwa Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia. Kemudian ketika umat manusia menjadi lupa akan petunjuk tersebut, Allah mengutus Nabi dan Rasul-Nya untuk mengingatkan mereka akan keberadaanya. Nabi Muhammad SAW diutus bagi umat manusia sebagai Nabi terakhir untuk menyampaikan dan memberikan teladan kehidupan yang sempurna kepada umat manusia seluruh zaman sesuai dengan jalan Allah. Hal ini jelas menunjukkan bahwa menurut pandangan Islam, konsep HAM bukanlah hasil evolusi dari pemikiran manusia, namun merupakan hasil dari wahyu Ilahi yang telah diturunkan melalui para Nabi dan Rasul dari sejak permulaan eksistensi umat manusia di atas bumi.

Menurut ajaran Islam, manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepada Allah. Tugas manusia untuk mengabdi kepada Allah dengan tegas dinyatakan-Nya dalam QS. 51 (Al-Dzariyat) : 56. Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang diciptakan oleh Allah.

Kewajiban yang diperintahkan kepada manusia dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu Huququllah dan Huququl ‘ibad. Huququllah (Hak-hak Allah)adalah kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah SWT yang diwujudkan dalam berbagai ritual ibadah , sedangkan huququl ‘ibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-makhluk Allah lainnya. Hak-hak Allah tidak berarti bahwa hak-hak yang diminta oleh Allah karena bermanfaat bagi Allah, karena hak-hak Allah bersesuaian dengan hak-hak makhluk-Nya. (Syaukat Hussain, 1996 : 54 ).

Aspek khas dalam konsep HAM Islami adalah tidak adanya orang lain yang dapat memaafkan pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Bahkan suatu Negara Islam pun tidak dapat memaafkan pelanggaran hak-hak yang dimiliki oleh seseorang. Negara terikat harus memberi hukuman kepada pelanggar HAM dan memberi bantuan kepada pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali pihak yang dilanggar HAM nya telah memaafkan pelanggar HAM tersebut.

Prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights dilukiskan dalam berbagai ayat. Apabila prinsip-prinsip Human Rights yang terdapat dalam Universal Declaration of Human Rights dibandingkan dengan HAM yang terdapat dalam ajaran Islam, maka dalam Al Qur’an dan Al-Sunnah akan dijumpai antara lain, prinsip-prinsip Human Rights sebagai berikut :

a.     Prinsip Martabat Manusia
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat yang tinggi. Kemudian martabat yang dimiliki manusia itu sama sekali tidak ada pada makhluk lain. Martabat yang tinggi yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia, pada hakikatnya merupakan fitrah yang tidak dipisahkan dari diri manusia (QS. 17 : Al-Isra’ : 33 dan 70, QS. 5 : Al-Maidah : 32, dan lain-lain). Prinsip-prinsip Al Qur’an yang telah menempatkan manusia pada martabat yang tinggi dan mulia dapat dibandingkan dengan prinsip-prinsip yang digariskan dalam Universal Declaration of Human Rights, antara lain terdapat dalam pasal 1 dan pasal 3.

b.     Prinsip Persamaan
Pada dasarnya semua manusia sama, karena semuanya adalah hamba Allah. Hanya satu kriteria (ukuran) yang dapat membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain, yakni ketaqwaannya (QS. 49: Al-Hujurat : 13). Prinsip persamaan ini dalam Universal Declaration of Human Rights terdapat dalam pasal 6  dan pasal 7.

c.      Prinsip Kebebasan Menyatakan Pendapat.
Al Qur’an memerintahkan kepada manusia agar berani menggunakan akal fikiran mereka terutama untuk menyatakan pendapat mereka yang benar. Perintah ini secara khusus ditujukan kepada manusia yang beriman agar berani menyatakan kebenaran. Ajaran Islam sangat menghargai akal fikiran. Oleh karena itu, setiao manusia sesuai dengan martabat dan fitrahnya sebagai makhluk yang berfikir mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat dipertanggung jawabkan. Hak untuk menyatakan pendapat dengan bebas dinyatakan dalam Universal Declaration of Human Rights pasal 19.

d.     Prinsip Kebebasan Beragama
Prinsip kebabasan beragama ini dengan jelas disebutkan dalam QS. 2 (Al-Baqarah) : 256. Prinsip ini mengandung bahwa manusia sepenuhnya mempunyai kebebasan untuk menganut suatu keyakinan atau akidah agama yang disenanginya. Ayat lain yang berkenaan dengan prinsip kebebasan beragama terdapat dalam QS. 50 (Qaaf) : 45.

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama. Hal ini sejalan dengan pasal 18 dari Universal Declaration of Human Rights, yang berbunyi: Setiap orang berhak mempunyai kebebasan berfikir, keinsyafan bathin, dan beragama…

e.     Prinsip Hak Atas Jaminan Sosial
Di dalam Al Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut anatara lain adalah kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang punya (QS. 51 : 19, QS. 70: 24), kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar diantara orang-orang kaya saja (QS. 104 : 2), jaminan sosial itu harus diberikan, sekurang-kurangnya kepada mereka yang disebut dalam Al Qur’an sebagai pihak-pihak yang berhak atas jaminan sosial (QS. 2: 273, dan QS. 9: 60 ). Dalam Al Qur’an juga disebutkan dengan jelas perintah  bagi umat Islam untuk melaksanakan zakat kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Tujuan zakat itu antara lain adalah untuk melenyapkan kemiskinan dan menciptakan pemerataan pendapatan bagi segenap anggota masyarakat. Apabila jaminan sosial yang ada dalam Al Qur’an diperhatikan, jelas sesuai dengan pasal 22 dari Universal Declaration of Human Rights, yang bunyinya: setiap orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak atas jaminan sosial…….

f.       Prinsip Hak Atas Harta Benda
Dalam hukum Islam, hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat martabat, jaminan dan perlindungan terhadap milik seseorang merupakan kewajiban penguasa. Oleh karena itu, siapapun juga bahkan penguasa sekalipun, tidak diperbolehkan merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum, menurut tata cara yang telah ditentukan terlebuh dahulu (Mohammad Daud Ali, 1995 : 316). Hal ini sesuai dengan pasal 17 dari Universal Declaration of Human Rights, yang bunyinya : (1) Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama dengan orang lain. (2) Tidak seorang pun hak miliknya boleh dirampas dengan sewenang-wenang

Dalam memperingatu abad ke-15 H, pada tanggal 21 Dzulqa’dah atau tanggal 19 September 1981, para ahli hukum Islam mengemukakan Universal Islamic Declaration of Human Rights yang diangkat dari Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Pernyataan HAM menurut ajaran Islam ini terdiri dari XXIII Bab dan 63 pasal yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Beberapa hal pokok yang disebutkan dalam deklarasi tersebut antara lain adalah : (1) Hak untuk hidup, (2) Hak untuk mendapatkan kebebasan, (3) Hak atas persamaan kedudukan, (4) Hak untuk mendapatkan keadilan, (5) Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan,(6) Hak untuk mendapatkan perlindungan dari penyiksaan, (7) Hak untuk mendapatkan perlindungan atas kehormatan dan nama baik, (8) Hak untuk kebebasan berfikir dan berbicara, (9) Hak untuk bebas memilih agama, (10)Hak untuk bebas berkumpul dan berorganisasi, (11) Hak untuk mengatur tata kehidupan ekonomi, (12) Hak atas jaminan sosial, (13) Hak untuk bebas mempunyai keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, (14) Hak-hak bagi wanita dalam kehidupan rumah tangga, (15) Hak untuk mendapatkan pendidikan, dan lain sebagainya.           

3 komentar:

  1. nama : RIZKY TRI HANDOKO

    npm :11350265

    BalasHapus
  2. Nama:Frandy Diska
    NPM:11350385
    kelas:1-5




    HAM Menurut Konsep Barat

    stilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.

    Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.

    Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia.

    Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:

    Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
    Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.

    Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :

    Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
    Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
    Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.

    Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.

    BalasHapus
  3. izin kutip...makasih. nice

    BalasHapus