ILMU DAN TEKNOLOGI
Ketika Adam
dipersiapkan untuk menjadi khalifah di bumi, malaikat protes. Tapi kata Tuhan,
Ia lebih tahu daripada mereka. Adam diajari
segala nama-nama, dan ketika Adam diperhadapkan dengan para malaikat,
malaikat ditanyai tentang nama-nama benda itu. Malaikat tak bisa menjawab, dan
hanya mengatakan : “Subhanaka la ‘ilma
lana illa ma ‘allamtana”. (Maha Suci Engkau Ya Tuhan, kami tidak memiliki
ilmu pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami). Yang
dimaksud dengan nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, cirri dan hukum
sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.
Adanya potensi itu, dan
tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam raya
mengembangkan terhadap perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat
memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu
mengantarkan manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam yang telah ditundukkan
Tuhan. Keberhasilan memanfaatkan alam itu merupakan buah teknologi.
Al Qur’an memuji
sekelompok manusia yang dinamainya albab.
Ciri mereka antara lain disebutkan dalam QS. 3 (Ali Imran) : 190-191. Dalam
ayat tersebut tergambar cirri pokok ulil
albab, yaitu tafakkur dan dzikir, kemudian keduanya menghasilkan natijah (hasil), seperti disebutkan
dalam QS. 3 (Ali Imran) : 195.
Lebih jauh dapat
ditambahkan bahwa khalqu as-samaawaat wal
ardl di samping berarti membuka tabir sejarah penciptaan langit dan bumi,
juga bermakna memikirkan tentang sistem
tata kerja alam semesta. Karena kata khalq
selain berarti penciptaan, juga berarti pengaturan dan pengukuran yang
cermat. Pengetahuan tentang hal terakhir ini mengantarkan ilmuwan kepada
rahasia-rahasia alam, dan pada gilirannya mengantarkan kepada penciptaan
teknologi yang menghasilkan kemudahan dan manfaat bagi umat manusia. Jadi dapat
dikatakan, bahwa teknologi merupakan sesuatu yang dianjurkan Al Qur’an. Ini
berarti bahwa sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia
terhadap kehadiran dan Kemahakuasaan Allah SWT, selain juga harus memberi
manfaat bagi kemanusiaan, sesuai dengan prinsip bismi rabbik (dengan nama Tuhanmu). Al Qur’an sejak dini
memperkenalkan istilah sakhkhara yang
maknanya bermuara kepada kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak mungkin
dibutuhkan, segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan di alam raya melalui keahlian
di bidang teknik.
Dapat disimpulkan bahwa
teknologi dan hasil-hasilnya di samping harus mengingatkan manusia kepada
Allah, juga harus mengingatkan manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk
segala yang ada di alam raya ini. Kalau alat atau mesin sebagai gambaran
konkrit teknologi, dapat dikatakan bahwa pada mulanya teknologi merupakan
perpanjangan organ manusia. Ketika manusia menciptakan pisau sebagai alat
pemotong, alat menjadi perpanjangan tangan. Alat itu sepenuhnya tunduk kepada
si pemakai, melebihi tunduknya budak belian. Kemudian teknologi berkembang,
dengan memadukan sekian banyak alat sehingga menjadi mesin. Kereta api, mesin
giling dan sebagainya. Semua berkembang, khusus ketika mesin tidak lagi
menggunakan sumber energi manusia atau binatang, melainkan air, uap, api,
angin, dan sebagainya. Pesawat udara misalnya, adalah mesin. Kini, pesawat
udara tidak lagi perpanjangan organ manusia, tetapi perluasan atau penciptaan
organ baru manusia. Bukankah manusia tidak memiliki sayap yang memungkinkannya
mampu terbang? Tetapi dengan pesawat, ia bagaikan memiliki sayap. Alat tidak
lagi menjadi budak, tetapi telah menjadi kawan manusia.
Dari hari ke hari
tercipta mesin-mesin yang semakin canggih. Mesin-mesin tersebut melalui daya
akal manusia, digabung-gabungkan dengan yang lainnya, sehingga semakin
kompleks, serta tidak bisa dikendalikan oleh seseorang. Tetapi akhirnya mesin
dapat mengerjakan tugas yang dulu mesti dilakukan oleh banyak orang. Pada tahap
ini, mesin telah menjadi semacam seteru manusia, atau lawan yang harus
disiasati agar mengikuti kehendak manusia.
Dewasa ini telah lahir
teknologi khusus di bidang rekayasa genetik yang dikhawatirkan dapat menjadikan
majikan sebagai budak. Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal majikan yang akan
diperbudak dan ditundukkan oleh alat. Jika begitu, ini jelas bertentangan
dengan kedua catatan yang disebutkan terdahulu. Berdasar petunjuk kitab sucinya
Al Qur’an, seorang muslkim dapat menerima hasil-hasil teknologi yang sumbernya
netral, dan tidak menyebabkan maksiat, serta bermanfaat bagi manusia, baik
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan unsur debu tanah (lambing kehinaan)
manusia maupun unsur ruh Ilahi (lambang
kemuliaan) manusia.
Seandainya penggunaan
satu hasil teknologi telah melalaikan seorang dari zikir dan tafakkur, serta
mengantarkan kepada keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan, maka ketika itu bukan
hasil teknologi yang mesti ditolak, melainkan penggunaan teknologi itu. Jika
hasil teknologi sejak semula digunakan dapat mengalihkan manusia dari jati diri
dan tujuan penciptaannya, maka sejak itu pula kehadirannya ditolak oleh Islam.
Karena itu, menjadi persoalan besar bagi martabat manusia mengenai cara
menundukkan kemampuan mekanik demi penciptaan teknologi, dengan pemeliharaan
nila-nilai fitrahnya. Bagaimana mengarahkan teknologi yang dapat berjalan
seiring dengan nilai-nilai Rabbani,
atau dengan kata lain bagaimana memadukan pikIr dan zikir, ilmu dan iman?
Dalam rangka tugas
kekhalifahannya, manusia terus mencari dan berusaha mencari tahu dan bagaimana
caranya memanfaatkan alam yang terhampar luas ini. Bukankah Tuhan telah
menyediakan alam semesta ini untuk manusia. Bersumber pada ayat-ayat
(tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran) Allah SWT di alam raya ini, akal manusia
melahirkan banyak sekali cabang ilmu-ilmu kealaman yang terkait dengan
benda-benda mati seperti ilmu astronomi, fisika, biologi, dan lain-lain.
Jika menurut batasan
bahwa teknologi adalah hal yang berkaitan tentang cara menerapkan sains untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia, mengundang kita
untuk menengok kepada sekian banyak ayat Al Qur’an yang berbicara tentang alam
raya. Sekitar 750 ayat Al Qur’an
berbicara tentang alam raya dan fenomenanya, dan berulanag-ulang Al Qur’an menyatakan
bahwa alam raya ini diciptakan dan ditundukkan Allah untuk manusia. Dinyatakan
dalam QS. 45 (Al-Jatsiyah) : 13.
Alam ditundukkan bagi
manusia bila manusia menguasai ilmu tentang aturan hukum-hukum yang
diperlakukan Allah kepada alam semesta, apa yang kita kenal dengan sunnatullah bukanlah hukum alam yang
secara otomatis berlaku dengan sendirinya secara alamiah tanpa ada yang
menciptakannya, melainkan hukum itu ada bersamaan dengan penciptaannya oleh
Yang Maha Pencipta. Dinyatakan dalam QS. 25 (Al-Furqan) : 2.
Hukum-hukum itu
diciptakan Penciptanya bersamaan dengan penciptaan alam ini. Segala sesuatu di
alam ini memiliki cirri dan hukum-hukumnya tersendiri, seperti dinyatakan dalam
firman Allah QS. 13 (Al-Ra’du): 8.
Al Qur’an ketika mula
pertama diturunkan, telah menegur kekeliruan yang dilakukan manusia. Selama
ini, di era kejahilan Tuhan-tuhan diciptakan dan disembah sebagai berhala.
Masyarakat tersentak ketika muncul suatu informasi yang bertentangan dengan
keyakinan mereka , bahwa diri mereka sendiri diciptakan secara berproses dari segumpal
darah kemudian diciptakan menjadi manusia, dan kemudian lahir ke dunia. Agar
mereka belajar, mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan membaca,
mencoba, memperhatikan, menyelidiki dan merumuskan suatu teori. Kesemuanya
hendaklah dilakukan dengan berbasis iman, dengan menyebut nama Tuhan atau
mengucap bismi rabbika allazi khlaq (membaca
dan belajar dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan).
Tuhan mengajar manusia
(wa ‘allama Adamal asmaa kullaha)
mengajari Adam nama-nama benda seluruhnya. Alam semesta ini sebagai kosmos yang
berarti serasi, harmonis. Dalam bahasa Arab, alam adalah satu akar kata dengan
ilmu (ilmu pengetahuan) dan ‘alamah
(alamat, pertanda). Disebut demikian karena jagad raya ini adalah pertanda
adanya Yang Maha Pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu sebagai
pertanda adanya Tuhan, jagad raya ini disebut ayat-ayat yang menjadi sumber
ajaran dan pelajaran bagi manusia. Salah satu pelajaran dan ajaran yang diambil
dari pengamatan terhadap alam semesta ialah keserasian, keharmonisan dan
ketertiban.
Hakikat kosmos adalah
teologis, yakni penuh maksud, memenuhi maksud Penciptanya, dan kosmos bersifat
demikian adalah karena adanya rancangan (teknologi). Alam tidaklah diciptakan
dengan sia-sia, atau secara main-main. Alam bukanlah ada secara kebetulan, ada
dengan tidak disengaja. Alam diciptakan dengan kondisi sempurna. Al Qur’an
sangat konsen dalam mendorong manusia untuk terus mencari ilmu pengetahuan dan
mengembangkannya menjadi nyata dalam teknologi agar manusia menyadari akan kebesaran
PenciptaNya. Apapun yang akan ditemukan oleh manusia dalam kemajuan ilmu dan
teknologi, akan mengantar manusia pada suatu pengakuan terhadap kebesaran dan
kekuasaan Allah, penciptanya, seperti difirmankan dalam QS. 41 (Fushshilat) :
53.
Manusia bukan hanya
dituntut menguasai bumi, malah ditantang untuk menerobos langit, dan makhluk
ini memang juga diberi potensi-potensi untuk keluar batas-batas bumi agar dapat
mengamati alam semesta sebagai tanda-tanda kebesaran Penciptanya. Di dalam Al
Qur’an, Allah menantang makhukNya, jin dan manusia dengan firmannya yang
termaktub dalam QS. 55 (Al-Rahman) : 33.
Perkataan sulthan dalam ayat tersebut berarti
kekuatan, dari masa ke masa membawa makna yang terus berkembang. Kalau dulu
mungkin sulthan diartikan sebagai
penguasa, tetapi sekarang ini arti harfiahnya adalah penguasa dan kekuatan,
yang disumbangkan oleh kekuatan dan kekuasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan iptek itu manusia telah dapat mencapai tepian ufuk langit hingga sampai
ke bulan, dan kini serta terus menerus tiada henti manusia terus berupaya untuk
menggapai cakrawala, ufuk langit yang lebih tinggi.
Sebaliknya menembus
bumi dan langit tanpa teknologi akan sia-sia. Petani dengan alat sederhana,
seperti cangkul dan linggis umpamanya, seberapa dalamkah ia dapat menggali
bumi. Paling dalam 10 sampai 20 m. Lebih dalam dari itu, manusia sudah mulai
memerlukan alat-alat yang lebih canggih, dan itu akan dapat dipenuhi oleh
teknologi. Maka dengan teknologi, manusia telah menggali sampai jauh ke dasar bumi,
malah ke bawah dasar laut telah dibuat jalan kereta api, seperti terowongan
yang menghubungkan Inggris dan Perancis. Dengan teknologi manusia dapat
mengirimkan robot-robot untuk menyelidiki dasar laut. Malah ada yang telah
berancang-ancang ingin membuat permukiman di dalam laut.
Al Qur’an menyodorkan
kepada manusia pedoman sains-sains (pengetahuan) yang berhubungan dengan
pengetahuan bumi dan pengetahuan angkasa luar serta memberinya
perlengkapan-perlengkapan agar dapat melakukan penyelidikan tentang segala
sesuatu demi membuka dan membedah urai akan materi-materinya. Cara demikian
yang mendorongnya memperoleh segala sesuatu yang dapat dimungkinkan hidup di
dunia dan menggunakannya demi mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Untuk itu
segala sesuatu sikap dan perilaku mukmin-muslim tidak terlepas dari Al Qur’an
yang memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan
ilmiahnya.Jangankan manusia biasa, Rasul Allah Muhammad SAW pun
diperintahkanNya agar selalu berusaha menambah pengetahuannya, seperti
firman Allah dalam QS. 20 (Thaha): 114,
dan QS. 12 (Yusuf): 72.
Manusia memiliki naluri
selalu haus akan pengetahuan. Rasulullah SAW bersabda : “Dua keinginan yang tidak pernah puas, keinginan menuntut ilmu dan keinginan menuntut harta”. Hal ini
dapat menjadi pemicu manusia untuk terus mengembangkan teknologi dengan
memanfaatkan anugerah Allah yang dilimpahkan kepadanya. Karena itu, laju
teknologi memang tidak dapat dibendung. Hanya saja manusia dapat berusaha
mengarahkan diri agar tidak memperturutkan nafsunya untuk mengumpulkan harta
dan ilmu atau teknologi yang dapat membahayakan dirinya. Agar tidak menjadi
seperti kepompong yang membahayakan dirinya sendiri karena kepandaiannya.
Telah dikatakan tentang
adanya unsur kesejatian dan kebenaran dalam pandangan kritis banyak orang
tehadap kehadiran teknologi modern dan akibat-akibatnya. Mereka memperingatkan
bahwa di samping manfaatnya yang tidak diragukan dalam meningkatkan kemakmuran
umat manusia, teknologi modern juga mengandung unsur-unsur yang dapat
membahayakan harkat dan martabat manusia, serta merusak keseimbangan ekologis
lingkungan hidupnya. Beberapa jargon sosial politik seperti alienasi, dehumanisasi, konsumerisme, dan
lain-lain, sebagaimana digunakan kalangan kaum Marxis merupakan ungkapan
tentang bagaimana teknologi modern merusak keseimbangan ekologis. Hal itu telah
mendorong tumbuhnya beberapa gerakan lingkungan (environmentalism), salah satunya adalah Green Peace yang sangat militan. Sikap mempertanyakan kembali
hubungan manusia dengan teknologi selalu dipelopori oleh individu-individu dari
masyarakat-masyarakat berteknologi maju sendiri, atau oleh mereka yang
terkebelakang tapi mempunyai pengalaman perorangan tentang berkehidupan modern.
Dari sudut pandang
tertentu, perkembangan dan kemajuan teknologi modern adalah kelanjutan logis
sejarah umat manusia sendiri. Disebabkan beberapa factor tertentu yang sampai
sekarang masih menjadi bahan pembahasan para ahli, teknologi modern muncul dari
Eropa Barat Laut, dalam hal ini Inggris (Revolusi Industri), sehingga zaman
modern pun dimulai dari sana. Ini cukup menarik, karena sejauh itu Eropa Barat
Laut dan khususnya Inggris, dari tinjauan klasik, itu pusat dunia berperadaban
yang dalam bahasa Yunani dinamakan oikoumene
(dalam bahasa Arab disebut al-Ma’murah –daerah berpenghuni banyak dan
berperadaban), berpusat pada kawasan Timur Dekat. Kawasan-kawasan peradaban
besar adalah Yunani-Romawi di sebelah barat, India dan Cina di sebelah timur.
Maka lahirnya zaman modern dari Eropa Barat Laut itu merupakan suatu anomali
(ketidaknormalan). Normalnya, zaman modern akan lebih logis bila muncul dari
salah satu kawasan oikoumene,
sebagaimana peradaban itu sendiri, yaitu fase perkembangan kehidupan sosial
manusia yang membawanya kepada fajar sejarah, muncul dan dimulai dari Sumeria
di lembah Mesopotamia (Irak sekarang). Karena itu ada hipotesa bahwa zaman
modern , sebagai kelanjutan logis peradaban manusia, kalaupun tidak muncul di
Eropa Laut sebagaimana telah terjadi, tentu akan muncul dari daerah lain dalam
kawasan Al-Ma’murah.
Tetapi senbenarnya
teknologi tidaklah muncul hanya di zaman sekarang. Meskipun ia memainkan peran
sentral dalam zaman modern, namun teknologi telah ada sejak peradabana manusia
(atau sejak zaman sejarah), erutama sejak tumbuhnya masyarakat kota pada bangsa
Sumeria 5000 tahun yang lalu. Karena itu Hodgson misalnya, menyatakan
kemustahilan memandang zaman modern sebagai suatu kesatuan terpisah, tetapi
sebagai bagian dari peradaban umat manusia secara keseluruhan. Teknologi dapat
ditelusuri unsur-unsurnya yang berasal dari berbagai bangsa dan masa. Berkenaan
dengan unsur-unsurnya yang berasal dari bangsa-bangsa muslim, seperti
penggunaan kata-kata pinjaman dari bangsa Arab dalam teknologi kimia modern
semisal kata-kata Inggris alambique, alchemy,
alcohol, azimuth, alixir, henna, nadir, saffron, dan lain-lain. Telah diketahui bahwa kotak-kotak orang
Barat dengan Timur melalui berbagai saluran telah membawa ilmu pengetahuan dan
teknologi Islam khususnya dan Timurada umumnya ke Eropa. Dunia Barat saat itu
masih sedemikian terbelakangnya dibanding dengan Dunia Timur, sehingga hampir
apapun yang dibawa dari Timur merupakan sentuhan kemajuan bagi Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar