Rabu, 12 Oktober 2011



ILMU DAN TEKNOLOGI
             
Ketika Adam dipersiapkan untuk menjadi khalifah di bumi, malaikat protes. Tapi kata Tuhan, Ia lebih tahu daripada mereka. Adam diajari  segala nama-nama, dan ketika Adam diperhadapkan dengan para malaikat, malaikat ditanyai tentang nama-nama benda itu. Malaikat tak bisa menjawab, dan hanya mengatakan : “Subhanaka la ‘ilma lana illa ma ‘allamtana”. (Maha Suci Engkau Ya Tuhan, kami tidak memiliki ilmu pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami). Yang dimaksud dengan nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, cirri dan hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.
Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam raya mengembangkan terhadap perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu mengantarkan manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam yang telah ditundukkan Tuhan. Keberhasilan memanfaatkan alam itu merupakan buah teknologi.
Al Qur’an memuji sekelompok manusia yang dinamainya albab. Ciri mereka antara lain disebutkan dalam QS. 3 (Ali Imran) : 190-191. Dalam ayat tersebut tergambar cirri pokok ulil albab, yaitu tafakkur dan dzikir, kemudian keduanya menghasilkan natijah (hasil), seperti disebutkan dalam QS. 3 (Ali Imran) : 195.
Lebih jauh dapat ditambahkan bahwa khalqu as-samaawaat wal ardl di samping berarti membuka tabir sejarah penciptaan langit dan bumi, juga bermakna memikirkan tentang sistem tata kerja alam semesta. Karena kata khalq selain berarti penciptaan, juga berarti pengaturan dan pengukuran yang cermat. Pengetahuan tentang hal terakhir ini mengantarkan ilmuwan kepada rahasia-rahasia alam, dan pada gilirannya mengantarkan kepada penciptaan teknologi yang menghasilkan kemudahan dan manfaat bagi umat manusia. Jadi dapat dikatakan, bahwa teknologi merupakan sesuatu yang dianjurkan Al Qur’an. Ini berarti bahwa sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia terhadap kehadiran dan Kemahakuasaan Allah SWT, selain juga harus memberi manfaat bagi kemanusiaan, sesuai dengan prinsip bismi rabbik (dengan nama Tuhanmu). Al Qur’an sejak dini memperkenalkan istilah sakhkhara yang maknanya bermuara kepada kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak mungkin dibutuhkan, segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan di alam raya melalui keahlian di bidang teknik.
Dapat disimpulkan bahwa teknologi dan hasil-hasilnya di samping harus mengingatkan manusia kepada Allah, juga harus mengingatkan manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk segala yang ada di alam raya ini. Kalau alat atau mesin sebagai gambaran konkrit teknologi, dapat dikatakan bahwa pada mulanya teknologi merupakan perpanjangan organ manusia. Ketika manusia menciptakan pisau sebagai alat pemotong, alat menjadi perpanjangan tangan. Alat itu sepenuhnya tunduk kepada si pemakai, melebihi tunduknya budak belian. Kemudian teknologi berkembang, dengan memadukan sekian banyak alat sehingga menjadi mesin. Kereta api, mesin giling dan sebagainya. Semua berkembang, khusus ketika mesin tidak lagi menggunakan sumber energi manusia atau binatang, melainkan air, uap, api, angin, dan sebagainya. Pesawat udara misalnya, adalah mesin. Kini, pesawat udara tidak lagi perpanjangan organ manusia, tetapi perluasan atau penciptaan organ baru manusia. Bukankah manusia tidak memiliki sayap yang memungkinkannya mampu terbang? Tetapi dengan pesawat, ia bagaikan memiliki sayap. Alat tidak lagi menjadi budak, tetapi telah menjadi kawan manusia.
Dari hari ke hari tercipta mesin-mesin yang semakin canggih. Mesin-mesin tersebut melalui daya akal manusia, digabung-gabungkan dengan yang lainnya, sehingga semakin kompleks, serta tidak bisa dikendalikan oleh seseorang. Tetapi akhirnya mesin dapat mengerjakan tugas yang dulu mesti dilakukan oleh banyak orang. Pada tahap ini, mesin telah menjadi semacam seteru manusia, atau lawan yang harus disiasati agar mengikuti kehendak manusia.
Dewasa ini telah lahir teknologi khusus di bidang rekayasa genetik yang dikhawatirkan dapat menjadikan majikan sebagai budak. Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal majikan yang akan diperbudak dan ditundukkan oleh alat. Jika begitu, ini jelas bertentangan dengan kedua catatan yang disebutkan terdahulu. Berdasar petunjuk kitab sucinya Al Qur’an, seorang muslkim dapat menerima hasil-hasil teknologi yang sumbernya netral, dan tidak menyebabkan maksiat, serta bermanfaat bagi manusia, baik mengenai hal-hal yang berkaitan dengan unsur debu tanah (lambing kehinaan) manusia maupun unsur ruh Ilahi (lambang kemuliaan) manusia.
Seandainya penggunaan satu hasil teknologi telah melalaikan seorang dari zikir dan tafakkur, serta mengantarkan kepada keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan, maka ketika itu bukan hasil teknologi yang mesti ditolak, melainkan penggunaan teknologi itu. Jika hasil teknologi sejak semula digunakan dapat mengalihkan manusia dari jati diri dan tujuan penciptaannya, maka sejak itu pula kehadirannya ditolak oleh Islam. Karena itu, menjadi persoalan besar bagi martabat manusia mengenai cara menundukkan kemampuan mekanik demi penciptaan teknologi, dengan pemeliharaan nila-nilai fitrahnya. Bagaimana mengarahkan teknologi yang dapat berjalan seiring dengan nilai-nilai Rabbani, atau dengan kata lain bagaimana memadukan pikIr dan zikir, ilmu dan iman?  
Dalam rangka tugas kekhalifahannya, manusia terus mencari dan berusaha mencari tahu dan bagaimana caranya memanfaatkan alam yang terhampar luas ini. Bukankah Tuhan telah menyediakan alam semesta ini untuk manusia. Bersumber pada ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran) Allah SWT di alam raya ini, akal manusia melahirkan banyak sekali cabang ilmu-ilmu kealaman yang terkait dengan benda-benda mati seperti ilmu astronomi, fisika, biologi, dan lain-lain.
Jika menurut batasan bahwa teknologi adalah hal yang berkaitan tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia, mengundang kita untuk menengok kepada sekian banyak ayat Al Qur’an yang berbicara tentang alam raya. Sekitar 750  ayat Al Qur’an berbicara tentang alam raya dan fenomenanya, dan berulanag-ulang Al Qur’an menyatakan bahwa alam raya ini diciptakan dan ditundukkan Allah untuk manusia. Dinyatakan dalam QS. 45 (Al-Jatsiyah) : 13.
Alam ditundukkan bagi manusia bila manusia menguasai ilmu tentang aturan hukum-hukum yang diperlakukan Allah kepada alam semesta, apa yang kita kenal dengan sunnatullah bukanlah hukum alam yang secara otomatis berlaku dengan sendirinya secara alamiah tanpa ada yang menciptakannya, melainkan hukum itu ada bersamaan dengan penciptaannya oleh Yang Maha Pencipta. Dinyatakan dalam QS. 25 (Al-Furqan) : 2.
Hukum-hukum itu diciptakan Penciptanya bersamaan dengan penciptaan alam ini. Segala sesuatu di alam ini memiliki cirri dan hukum-hukumnya tersendiri, seperti dinyatakan dalam firman Allah QS. 13 (Al-Ra’du): 8.
Al Qur’an ketika mula pertama diturunkan, telah menegur kekeliruan yang dilakukan manusia. Selama ini, di era kejahilan Tuhan-tuhan diciptakan dan disembah sebagai berhala. Masyarakat tersentak ketika muncul suatu informasi yang bertentangan dengan keyakinan mereka , bahwa diri mereka sendiri diciptakan secara berproses dari segumpal darah kemudian diciptakan menjadi manusia, dan kemudian lahir ke dunia. Agar mereka belajar, mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan membaca, mencoba, memperhatikan, menyelidiki dan merumuskan suatu teori. Kesemuanya hendaklah dilakukan dengan berbasis iman, dengan menyebut nama Tuhan atau mengucap bismi rabbika allazi khlaq (membaca dan belajar dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan).
Tuhan mengajar manusia (wa ‘allama Adamal asmaa kullaha) mengajari Adam nama-nama benda seluruhnya. Alam semesta ini sebagai kosmos yang berarti serasi, harmonis. Dalam bahasa Arab, alam adalah satu akar kata dengan ilmu  (ilmu pengetahuan) dan ‘alamah (alamat, pertanda). Disebut demikian karena jagad raya ini adalah pertanda adanya Yang Maha Pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu sebagai pertanda adanya Tuhan, jagad raya ini disebut ayat-ayat yang menjadi sumber ajaran dan pelajaran bagi manusia. Salah satu pelajaran dan ajaran yang diambil dari pengamatan terhadap alam semesta ialah keserasian, keharmonisan dan ketertiban.
Hakikat kosmos adalah teologis, yakni penuh maksud, memenuhi maksud Penciptanya, dan kosmos bersifat demikian adalah karena adanya rancangan (teknologi). Alam tidaklah diciptakan dengan sia-sia, atau secara main-main. Alam bukanlah ada secara kebetulan, ada dengan tidak disengaja. Alam diciptakan dengan kondisi sempurna. Al Qur’an sangat konsen dalam mendorong manusia untuk terus mencari ilmu pengetahuan dan mengembangkannya menjadi nyata dalam teknologi agar manusia menyadari akan kebesaran PenciptaNya. Apapun yang akan ditemukan oleh manusia dalam kemajuan ilmu dan teknologi, akan mengantar manusia pada suatu pengakuan terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah, penciptanya, seperti difirmankan dalam QS. 41 (Fushshilat) : 53.
Manusia bukan hanya dituntut menguasai bumi, malah ditantang untuk menerobos langit, dan makhluk ini memang juga diberi potensi-potensi untuk keluar batas-batas bumi agar dapat mengamati alam semesta sebagai tanda-tanda kebesaran Penciptanya. Di dalam Al Qur’an, Allah menantang makhukNya, jin dan manusia dengan firmannya yang termaktub dalam QS. 55 (Al-Rahman) : 33.
Perkataan sulthan dalam ayat tersebut berarti kekuatan, dari masa ke masa membawa makna yang terus berkembang. Kalau dulu mungkin sulthan diartikan sebagai penguasa, tetapi sekarang ini arti harfiahnya adalah penguasa dan kekuatan, yang disumbangkan oleh kekuatan dan kekuasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan iptek itu manusia telah dapat mencapai tepian ufuk langit hingga sampai ke bulan, dan kini serta terus menerus tiada henti manusia terus berupaya untuk menggapai cakrawala, ufuk langit yang lebih tinggi.
Sebaliknya menembus bumi dan langit tanpa teknologi akan sia-sia. Petani dengan alat sederhana, seperti cangkul dan linggis umpamanya, seberapa dalamkah ia dapat menggali bumi. Paling dalam 10 sampai 20 m. Lebih dalam dari itu, manusia sudah mulai memerlukan alat-alat yang lebih canggih, dan itu akan dapat dipenuhi oleh teknologi. Maka dengan teknologi, manusia telah menggali sampai jauh ke dasar bumi, malah ke bawah dasar laut telah dibuat jalan kereta api, seperti terowongan yang menghubungkan Inggris dan Perancis. Dengan teknologi manusia dapat mengirimkan robot-robot untuk menyelidiki dasar laut. Malah ada yang telah berancang-ancang ingin membuat permukiman di dalam laut.
Al Qur’an menyodorkan kepada manusia pedoman sains-sains (pengetahuan) yang berhubungan dengan pengetahuan bumi dan pengetahuan angkasa luar serta memberinya perlengkapan-perlengkapan agar dapat melakukan penyelidikan tentang segala sesuatu demi membuka dan membedah urai akan materi-materinya. Cara demikian yang mendorongnya memperoleh segala sesuatu yang dapat dimungkinkan hidup di dunia dan menggunakannya demi mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Untuk itu segala sesuatu sikap dan perilaku mukmin-muslim tidak terlepas dari Al Qur’an yang memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya.Jangankan manusia biasa, Rasul Allah Muhammad SAW pun diperintahkanNya agar selalu berusaha menambah pengetahuannya, seperti firman  Allah dalam QS. 20 (Thaha): 114, dan QS. 12 (Yusuf): 72.
Manusia memiliki naluri selalu haus akan pengetahuan. Rasulullah SAW bersabda : “Dua keinginan yang tidak pernah puas, keinginan menuntut ilmu dan keinginan menuntut harta”. Hal ini dapat menjadi pemicu manusia untuk terus mengembangkan teknologi dengan memanfaatkan anugerah Allah yang dilimpahkan kepadanya. Karena itu, laju teknologi memang tidak dapat dibendung. Hanya saja manusia dapat berusaha mengarahkan diri agar tidak memperturutkan nafsunya untuk mengumpulkan harta dan ilmu atau teknologi yang dapat membahayakan dirinya. Agar tidak menjadi seperti kepompong yang membahayakan dirinya sendiri karena kepandaiannya.
Telah dikatakan tentang adanya unsur kesejatian dan kebenaran dalam pandangan kritis banyak orang tehadap kehadiran teknologi modern dan akibat-akibatnya. Mereka memperingatkan bahwa di samping manfaatnya yang tidak diragukan dalam meningkatkan kemakmuran umat manusia, teknologi modern juga mengandung unsur-unsur yang dapat membahayakan harkat dan martabat manusia, serta merusak keseimbangan ekologis lingkungan hidupnya. Beberapa jargon sosial politik seperti alienasi, dehumanisasi, konsumerisme, dan lain-lain, sebagaimana digunakan kalangan kaum Marxis merupakan ungkapan tentang bagaimana teknologi modern merusak keseimbangan ekologis. Hal itu telah mendorong tumbuhnya beberapa gerakan lingkungan (environmentalism), salah satunya adalah Green Peace yang sangat militan. Sikap mempertanyakan kembali hubungan manusia dengan teknologi selalu dipelopori oleh individu-individu dari masyarakat-masyarakat berteknologi maju sendiri, atau oleh mereka yang terkebelakang tapi mempunyai pengalaman perorangan tentang berkehidupan modern.
Dari sudut pandang tertentu, perkembangan dan kemajuan teknologi modern adalah kelanjutan logis sejarah umat manusia sendiri. Disebabkan beberapa factor tertentu yang sampai sekarang masih menjadi bahan pembahasan para ahli, teknologi modern muncul dari Eropa Barat Laut, dalam hal ini Inggris (Revolusi Industri), sehingga zaman modern pun dimulai dari sana. Ini cukup menarik, karena sejauh itu Eropa Barat Laut dan khususnya Inggris, dari tinjauan klasik, itu pusat dunia berperadaban yang dalam bahasa Yunani dinamakan oikoumene (dalam bahasa Arab disebut al-Ma’murah –daerah berpenghuni banyak dan berperadaban), berpusat pada kawasan Timur Dekat. Kawasan-kawasan peradaban besar adalah Yunani-Romawi di sebelah barat, India dan Cina di sebelah timur. Maka lahirnya zaman modern dari Eropa Barat Laut itu merupakan suatu anomali (ketidaknormalan). Normalnya, zaman modern akan lebih logis bila muncul dari salah satu kawasan oikoumene, sebagaimana peradaban itu sendiri, yaitu fase perkembangan kehidupan sosial manusia yang membawanya kepada fajar sejarah, muncul dan dimulai dari Sumeria di lembah Mesopotamia (Irak sekarang). Karena itu ada hipotesa bahwa zaman modern , sebagai kelanjutan logis peradaban manusia, kalaupun tidak muncul di Eropa Laut sebagaimana telah terjadi, tentu akan muncul dari daerah lain dalam kawasan Al-Ma’murah.
Tetapi senbenarnya teknologi tidaklah muncul hanya di zaman sekarang. Meskipun ia memainkan peran sentral dalam zaman modern, namun teknologi telah ada sejak peradabana manusia (atau sejak zaman sejarah), erutama sejak tumbuhnya masyarakat kota pada bangsa Sumeria 5000 tahun yang lalu. Karena itu Hodgson misalnya, menyatakan kemustahilan memandang zaman modern sebagai suatu kesatuan terpisah, tetapi sebagai bagian dari peradaban umat manusia secara keseluruhan. Teknologi dapat ditelusuri unsur-unsurnya yang berasal dari berbagai bangsa dan masa. Berkenaan dengan unsur-unsurnya yang berasal dari bangsa-bangsa muslim, seperti penggunaan kata-kata pinjaman dari bangsa Arab dalam teknologi kimia modern semisal kata-kata Inggris alambique, alchemy, alcohol, azimuth, alixir, henna, nadir, saffron, dan lain-lain. Telah diketahui bahwa kotak-kotak orang Barat dengan Timur melalui berbagai saluran telah membawa ilmu pengetahuan dan teknologi Islam khususnya dan Timurada umumnya ke Eropa. Dunia Barat saat itu masih sedemikian terbelakangnya dibanding dengan Dunia Timur, sehingga hampir apapun yang dibawa dari Timur merupakan sentuhan kemajuan bagi Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar