KONSEPSI HUKUM ISLAM
Pengertian
Hukum Islam
Hukum
Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Jika
kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah
peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia
dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan
ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya mungkin berupa hukum yang tidak tertulis
seperti hukum adat, mungkin juga berupa hukum tertulis dalam peraturan
perundang-undangan seperti hukum barat. Hukum dalam konsepsi seperti hukum
Barat ini adalah hukum yang disengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur
hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Adapun
konsepsi hukum Islam, dasar kerangkanya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut
tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam
masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan
hubungan manusia dengan benda serta alam sekitarnya.
Perkataan
hukum yang dipergunakan sekarang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata hukum
dalam bahasa Arab. Artinya norma atau kaidah, yakni ukuran, patokan, pedoman
yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda.
Hubungan antara perkataan hukum dalam bahasa Indonesia tersebut diatas dengan
hukum dalam pengertian norma dalam bahasa Arab itu memang erat sekali. Setiap
peraturan, apapun macam dan sumbernya, mengandung norma atau kaidah sebagai
intinya. Dalam ilmu hukum Islam, kaidah itu disebut hukum. Itulah sebabnya,
maka di dalam perkataan sehari-hari orang berbicara tentang hukum suatu benda
atau perbuatan. Yang dimaksud, seperti telah disebut diatas, adalah patokan,
tolak ukur, ukuran atau kaidah mengenai perbuatan atau benda itu (Mohammad Daud
Ali, 1999: 39).
Hukum Islam
Merupakan Bagian Dari Agama Islam
Sebagai sistem hukum,
hokum Islam tidak boleh dan tidak dapat disamakan dengan sistem hukum yang lain
yang pada umumnya terbentuk dan berasal dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan
hasil pemikiran manusia serta budaya manusia pada suatu saat di suatu masa.
Berbeda dengan sistem hukum yang lain, hokum Islam tidak hanya merupakan hasil
pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat pada suatu
masa, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini
terdapat dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai
Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab
hadits. Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan
hukum-hukum lain yang semata-mata lahir dari kebiasaan dan hasil pemikiran atau
perbuatan manusia belaka.
Dalam masyarakat
Indonesia berkembang berbagai macam istilah, di mana istilah satu dengan
lainnya mempunyai persamaan dan sekaligus juga mempunyai perbedaan.
Istilah-istilah tersebut adalah syari’at Islam, fikih Islam, dan hukum Islam.
Di dalam kepustakaan hukum Islam berbahasa Inggris, syari’at Islam
diterjemahkan dengan Islamic Law,
sedang fiqih Islam diterjemahkan dengan Islamic
Juresprudence. Di dalam bahasa Indonesia, untuk sya’riat Islam sering
dipergunakan istilah hukum syari’at atau hukum syara’, untuk fiqih Islam
dipergunakan istilah hukum fiqih atau kadang-kadang hukum Islam. Dalam praktik,
sering kali ke dua istilah itu dirangkum dalam kata hukum Islam, tanpa
menjelaskan apa yang dimaksud. Hal ini dapat dipahami karena keduanya sangat
erat hubungannya, dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan . Syari’at
merupakan landasan fiqih, dan fiqih merupakan pemahaman orang yang memenuhi
syarat tentang syari’at. Oleh karena itu orang yang akan memahami hukum Islam
dengan baik dan benar harus dapat membedakan antara syari’at Islam dengan fiqih
Islam. Pada prinsipnya, syari’at adalah wahyu Allah yang terdapat dalam Al
Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW yang terdapat dalam kitab-kitab hadits.
Syari’at bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari
fiqih, berlaku abadi dan menunjukkan kesatuan dalam Islam. Sedangkan yang
dimaksud fiqih adalah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at
yang sekarang terdapat dalam kitab-kitab fiqih. Oleh karena itu fiqih bersifat
instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan
manusia, yang biasanya disebut sebagai perbuatan hukum. Karena fiqih adalah
hasil karya manusia, maka ia tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke
masa, dan dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain. Hal ini terlihat
dalam aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazahib atau mazhab-mazhab.
Oleh karena itu fiqih menunjukkan adanya keragaman dalam hukum Islam (M. Daud
Ali, 1999 : 45-46 )
Fiqih berisi rincian
dari syari’ah. Karena itu ia dapat dikatakan sebagai elaborasi terhadap
syari’ah. Elaborasi yang dimaksudkan disini merupakan suatu kegiatan ijtihad
dengan menggunakan akal fikiran atau al-ra’yu.
Yang dimaksud ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan
mempergunakan segenap kemampuan yang ada, dilakukan oleh orang (ahli hukum)
yang memenuhi syarat untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidak
ada ketentuannya di dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Dalam fiqih,
seseorang akan menemukan pemikiran-pemikiran para fuqaha’, antara lain para
pendiri empat mazhab yang ada dalam ilmu fiqih, yang sampai sekarang masih
berpengaruh di kalangan umat Islam sedunia, yaitu Imam Abu Hanifah (pendiri
mazhab Hanafi), Malik bin Annas (pendiri mazhab Maliki), Muhammad Idris
asy-Syafi’I (pendiri mazhab Syafi’i), dan Ahmad bin Hanbal (pendiri mazhab
Hanbali). Para yuris Islam tersebut sangat berjasa dalam pengembangan hukum
Islam melalui pemikiran-pemikiran mereka yang sangat mengagumkan. J. Schacht
memuji pemikiran mereka sebagai suatu epitome
(contoh terbaik) dalam pemikiran Islam, karena bidang-bidang lain dalam
pemikiran Islam, seperti bidang akidah (teologi) maupun bidang tasawuf, belum
mencapai tingkat pemikiran yang sebagus fifih (J. Schacht 1964: 1).
Menurut Tahir Azhary,
ada tiga sifat hukum Islam, yang pertama
yaitu bidimensional, artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi Ketuhanan (Ilahi). Di samping sifat bidimensional
yang dimilki, hukum Islam juga berhubungan dengan sifatnya yang luas atau
komprehensif. Hukum Islam tidak hanya mengatur satu aspek kehidupan saja, tetapi
mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Sifat bidimensional merupakan sifat
pertama yang melekat pada hukum Islam dan merupakan fitrah (sifat asli) hukum
Islam. Sifat kedua ialah adil. Ia
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan sifat bidimensional. Dalam hukum
Islam, keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi merupakan sifat yang
melekat sejak kaidah-kaidah dalam syari’at ditetapkan. Keadilan merupakan
sesuatu yang didambakan oleh setiap manusia, baik sebagai individu maupun
masyarakat. Karena itu sebagai sifat
ketiga dalam hukum Islam adalah individualistic dan kemasyarakatan yang
diikat oleh nilai-nilai transendental, yaitu wahyu Allah yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan sifat ini, hukum Islam memiliki validitas baik
bagi perorangan maupun masyarakat. Dalam sistem hukum lainnya, sifat ini juga
ada, hanya saja nilai-nilai transendental sudah tidak ada lagi. Tiga sifat
hokum Islam yang asli itu juga mempunyai hubungan yang erat dengan dua sifat
yang lain, yakni komprehensif dan dinamis (Mohammad Tahir Azhary, 1992: 48-49).
Nama:Frandy Diska
BalasHapusNPM:11350385 pagi
kelas:1-5
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam.Dasar dan kerangka hukum Islam ditetapkan oleh Allah.
Hukum ini mengatur berbagaihubungan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri,hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakatserta alam sekitarnya
Hukum Islam mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:1.
Merupakan bagian dan bersumber dari agama Islam2.
Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau akidah dankesusilaan atau akhlak Islam.3.
Mempunyai dua istilah kunci yakni:a)
syari’at,b)
fikihSyari’at terdiri dari wahyu Allah dan sunnah Nabi Muhammad, sedangkan fikihadalah pemahaman dan hasil pemahaman manusia tentang syari’ah;4.
Terdiri dari dua bidang utama yakni:a)
ibadat.b)
muamalatIbadat bersifat tertutup karena telah sempurna dan muamalat dalam arti yang luasbersifat terbuka untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi syarat darimasa ke masa;5.
Strukturnya berlapis, terdiri dari:a.
nas atau teks Al-Qur’anb.
sunnah Nabi Muhammad (untuk syari’at)c.
hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat tentang Al-Qur’an dan as-Sunnahd.
pelaksanaannya dalam praktek, baik berupa keputusan hakim, maupun berupaamalan-amalan umat Islam dalam masyarakat (untuk fikih);6.
Mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala;7.
Dapat dibagi menjadi:a.
hukum
taklifi
atau hukum taklif yakni al-ahkam al-khamsah yaitu lima kaidah,lima jenis hukum, lima kategori hukum, lima penggolongan hukum yakni jaiz,sunnat, makruh, wajib, dan haram.b.
hukum
wadh’i
yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnyahubungan hukum (M.D. Ali, 1996: 52-53).c.
Selain ciri-ciri di atas, menurut T.M. Hasbi Ash-Shieddieqy dalam bukunyaFalsafah Hukum Islam (1975: 156 - 212) sebagaimana dikutip oleh MohammadDaud Ali (1996: 53), hukum Islam juga mempunyai ciri-ciri khas sebagai berikut:8.
Berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam di mana pun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu masa saja;9.
Menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani sertamemelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan.10.
Pelaksanaannya dalam praktek digerakkan oleh iman dan akhlak umat Islam
.
Tujuan hukum islam.
Adapun yang menjadi
Tujuan
Hukum Islam secara umum sering dirumuskan untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak dengan jalan mengambil(segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat yaitu yang tidak bergunabagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidupmanusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini saja tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Abu Ishaq alShatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3) akal,(4) keturunan, dan (5) harta. Kelima tujuan hukum Islam itu di dalam kepustakaan disebut
al-maqasid al-khamsah
atau
al-maqasid al-shari’ah
(tujuan-tujuan hukum Islam)