SUMBER HUKUM ISLAM
Menurut
QS. 4 (Al-Nisa’) : 59, setiap muslim wajib mentaati (mengikuti) kemauan atau
kehendak Allah, kehendak Rasul, dan kehendak Ulil Amri, yakni orang yang mempunyai kekuasaan.
Kehendak
Allah yang berupa ketetapan tersebut, kini tertulis dalam Al Qur’an, kehendak
Rasulullah SAW kini terhimpun dalam kitab-kitab Hadits, kehendak penguasa
sekarang termaktub dalam kitab-kitab fiqih. Yang dimaksud dengan penguasa dalam
hal ini adlah orang-orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad, karena
kekuasaan berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan (ajaran) hokum Islam dari
dua sumber utamanya, yakni Al Qur’an dan Hadits yang memuat Sunnah Nabi
Muhammad SAW. Yang ditetapkan Allah dalam Al Qur’an tersebut kemudian
dirumuskan dengan jelas dalam percakapan antara Nabi Muhammad SAW dengan Mu’az
bin Jabal, salah seorang sahabatnya yang akan ditugaskan untuk menjadi Gubernur
di Yaman. Sebelum Mu’az bin Jabal berangkat ke Yaman, Nabi Muhammad SAW
mengujinya dengan menanyakan sumber hokum yang akan dia pergunakan untuk
menyelesaikan masalah atau sengketa yang akan dia hadapi di daerah yang baru
itu. Pertanyaan itu di jawab oleh Mu’az, bahwa dia akan menggunakan Al Qur’an.
Jawaban itu kemudian disusul oleh Nabi Muhammad SAW dengan pertanyaan
berikutnya : “Jika tidak terdapat petunjuk khusus (mengenai suatu masalah)
dalam Al Qur’an bagaimana?” Mu’az menjawab: Saya akan mencarinya dalam Sunnah
Rasulullah SAW. Kemudian Nabi Muhammad SAW bertanya : Kalau engkau tidak
menemukan petunjuk pemecahannya dalam Sunnah Rasulullah SAW, bagaimana?
Kemudian Mu’az menjawab : Jika demikian, saya akan berusaha sendiri mencari
sumber pemecahannya dengan mempergunakan akal saya dan akan mengikuti pendapat
saya itu. Nabi Muhammad SAW sangat senang dengan jawaban Mu’az dan berkata: Aku
bersyukur kepada Allah yang telah menuntun utusan Rasul-Nya. (H.M. Rasjidi,
1980 : 456).
Dari
hadits yang dikemukakan tersebut, para ulama menyimpulkan bahwa sumber hokum
Islam ada tiga, yaitu : Al Qur’an, Al-Sunnah, dan akal fikiran orang yang
memenuhi syarat untuk berijtihad. Akal fikiran ini dalam kepustakaan hokum
Islam diistilahkan dengan Al-ra’yu,
yakni pendapat orang atau orang-orang yang memenuhi syarat untuk
menentukan nilai dan norma pengukur
tingkah laku manusia dalam segala hidup dan kehidupan. Ketiga sumber itu
merupakan rangkaian kesatuan dengan urutan seperti yang sudah disebutkan. Al
Qur’an dan Al-Sunnah merupakan sumber utama ajaran Islam, sedangkan Al-ra’yu merupakan sumber tambahan atau
sumber pengembangan.Sumber Hukum
Islam
Menurut
QS. 4 (Al-Nisa’) : 59, setiap muslim wajib mentaati (mengikuti) kemauan atau
kehendak Allah, kehendak Rasul, dan kehendak Ulil Amri, yakni orang yang mempunyai kekuasaan.
Kehendak
Allah yang berupa ketetapan tersebut, kini tertulis dalam Al Qur’an, kehendak
Rasulullah SAW kini terhimpun dalam kitab-kitab Hadits, kehendak penguasa
sekarang termaktub dalam kitab-kitab fiqih. Yang dimaksud dengan penguasa dalam
hal ini adlah orang-orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad, karena
kekuasaan berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan (ajaran) hokum Islam dari
dua sumber utamanya, yakni Al Qur’an dan Hadits yang memuat Sunnah Nabi
Muhammad SAW. Yang ditetapkan Allah dalam Al Qur’an tersebut kemudian
dirumuskan dengan jelas dalam percakapan antara Nabi Muhammad SAW dengan Mu’az
bin Jabal, salah seorang sahabatnya yang akan ditugaskan untuk menjadi Gubernur
di Yaman. Sebelum Mu’az bin Jabal berangkat ke Yaman, Nabi Muhammad SAW
mengujinya dengan menanyakan sumber hokum yang akan dia pergunakan untuk
menyelesaikan masalah atau sengketa yang akan dia hadapi di daerah yang baru
itu. Pertanyaan itu di jawab oleh Mu’az, bahwa dia akan menggunakan Al Qur’an.
Jawaban itu kemudian disusul oleh Nabi Muhammad SAW dengan pertanyaan
berikutnya : “Jika tidak terdapat petunjuk khusus (mengenai suatu masalah)
dalam Al Qur’an bagaimana?” Mu’az menjawab: Saya akan mencarinya dalam Sunnah
Rasulullah SAW. Kemudian Nabi Muhammad SAW bertanya : Kalau engkau tidak
menemukan petunjuk pemecahannya dalam Sunnah Rasulullah SAW, bagaimana?
Kemudian Mu’az menjawab : Jika demikian, saya akan berusaha sendiri mencari
sumber pemecahannya dengan mempergunakan akal saya dan akan mengikuti pendapat
saya itu. Nabi Muhammad SAW sangat senang dengan jawaban Mu’az dan berkata: Aku
bersyukur kepada Allah yang telah menuntun utusan Rasul-Nya. (H.M. Rasjidi,
1980 : 456).
Dari
hadits yang dikemukakan tersebut, para ulama menyimpulkan bahwa sumber hokum
Islam ada tiga, yaitu : Al Qur’an, Al-Sunnah, dan akal fikiran orang yang
memenuhi syarat untuk berijtihad. Akal fikiran ini dalam kepustakaan hokum
Islam diistilahkan dengan Al-ra’yu,
yakni pendapat orang atau orang-orang yang memenuhi syarat untuk
menentukan nilai dan norma pengukur
tingkah laku manusia dalam segala hidup dan kehidupan. Ketiga sumber itu
merupakan rangkaian kesatuan dengan urutan seperti yang sudah disebutkan. Al
Qur’an dan Al-Sunnah merupakan sumber utama ajaran Islam, sedangkan Al-ra’yu merupakan sumber tambahan atau
sumber pengembangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar