Rabu, 26 Oktober 2011


SUMBER HUKUM ISLAM


            Menurut QS. 4 (Al-Nisa’) : 59, setiap muslim wajib mentaati (mengikuti) kemauan atau kehendak Allah, kehendak Rasul, dan kehendak Ulil Amri, yakni orang yang mempunyai kekuasaan.
           
            Kehendak Allah yang berupa ketetapan tersebut, kini tertulis dalam Al Qur’an, kehendak Rasulullah SAW kini terhimpun dalam kitab-kitab Hadits, kehendak penguasa sekarang termaktub dalam kitab-kitab fiqih. Yang dimaksud dengan penguasa dalam hal ini adlah orang-orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad, karena kekuasaan berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan (ajaran) hokum Islam dari dua sumber utamanya, yakni Al Qur’an dan Hadits yang memuat Sunnah Nabi Muhammad SAW. Yang ditetapkan Allah dalam Al Qur’an tersebut kemudian dirumuskan dengan jelas dalam percakapan antara Nabi Muhammad SAW dengan Mu’az bin Jabal, salah seorang sahabatnya yang akan ditugaskan untuk menjadi Gubernur di Yaman. Sebelum Mu’az bin Jabal berangkat ke Yaman, Nabi Muhammad SAW mengujinya dengan menanyakan sumber hokum yang akan dia pergunakan untuk menyelesaikan masalah atau sengketa yang akan dia hadapi di daerah yang baru itu. Pertanyaan itu di jawab oleh Mu’az, bahwa dia akan menggunakan Al Qur’an. Jawaban itu kemudian disusul oleh Nabi Muhammad SAW dengan pertanyaan berikutnya : “Jika tidak terdapat petunjuk khusus (mengenai suatu masalah) dalam Al Qur’an bagaimana?” Mu’az menjawab: Saya akan mencarinya dalam Sunnah Rasulullah SAW. Kemudian Nabi Muhammad SAW bertanya : Kalau engkau tidak menemukan petunjuk pemecahannya dalam Sunnah Rasulullah SAW, bagaimana? Kemudian Mu’az menjawab : Jika demikian, saya akan berusaha sendiri mencari sumber pemecahannya dengan mempergunakan akal saya dan akan mengikuti pendapat saya itu. Nabi Muhammad SAW sangat senang dengan jawaban Mu’az dan berkata: Aku bersyukur kepada Allah yang telah menuntun utusan Rasul-Nya. (H.M. Rasjidi, 1980 : 456).  

            Dari hadits yang dikemukakan tersebut, para ulama menyimpulkan bahwa sumber hokum Islam ada tiga, yaitu : Al Qur’an, Al-Sunnah, dan akal fikiran orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Akal fikiran ini dalam kepustakaan hokum Islam diistilahkan dengan Al-ra’yu, yakni pendapat orang atau orang-orang yang memenuhi syarat untuk menentukan  nilai dan norma pengukur tingkah laku manusia dalam segala hidup dan kehidupan. Ketiga sumber itu merupakan rangkaian kesatuan dengan urutan seperti yang sudah disebutkan. Al Qur’an dan Al-Sunnah merupakan sumber utama ajaran Islam, sedangkan Al-ra’yu merupakan sumber tambahan atau sumber pengembangan.Sumber Hukum Islam

            Menurut QS. 4 (Al-Nisa’) : 59, setiap muslim wajib mentaati (mengikuti) kemauan atau kehendak Allah, kehendak Rasul, dan kehendak Ulil Amri, yakni orang yang mempunyai kekuasaan.
           
            Kehendak Allah yang berupa ketetapan tersebut, kini tertulis dalam Al Qur’an, kehendak Rasulullah SAW kini terhimpun dalam kitab-kitab Hadits, kehendak penguasa sekarang termaktub dalam kitab-kitab fiqih. Yang dimaksud dengan penguasa dalam hal ini adlah orang-orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad, karena kekuasaan berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan (ajaran) hokum Islam dari dua sumber utamanya, yakni Al Qur’an dan Hadits yang memuat Sunnah Nabi Muhammad SAW. Yang ditetapkan Allah dalam Al Qur’an tersebut kemudian dirumuskan dengan jelas dalam percakapan antara Nabi Muhammad SAW dengan Mu’az bin Jabal, salah seorang sahabatnya yang akan ditugaskan untuk menjadi Gubernur di Yaman. Sebelum Mu’az bin Jabal berangkat ke Yaman, Nabi Muhammad SAW mengujinya dengan menanyakan sumber hokum yang akan dia pergunakan untuk menyelesaikan masalah atau sengketa yang akan dia hadapi di daerah yang baru itu. Pertanyaan itu di jawab oleh Mu’az, bahwa dia akan menggunakan Al Qur’an. Jawaban itu kemudian disusul oleh Nabi Muhammad SAW dengan pertanyaan berikutnya : “Jika tidak terdapat petunjuk khusus (mengenai suatu masalah) dalam Al Qur’an bagaimana?” Mu’az menjawab: Saya akan mencarinya dalam Sunnah Rasulullah SAW. Kemudian Nabi Muhammad SAW bertanya : Kalau engkau tidak menemukan petunjuk pemecahannya dalam Sunnah Rasulullah SAW, bagaimana? Kemudian Mu’az menjawab : Jika demikian, saya akan berusaha sendiri mencari sumber pemecahannya dengan mempergunakan akal saya dan akan mengikuti pendapat saya itu. Nabi Muhammad SAW sangat senang dengan jawaban Mu’az dan berkata: Aku bersyukur kepada Allah yang telah menuntun utusan Rasul-Nya. (H.M. Rasjidi, 1980 : 456).  

            Dari hadits yang dikemukakan tersebut, para ulama menyimpulkan bahwa sumber hokum Islam ada tiga, yaitu : Al Qur’an, Al-Sunnah, dan akal fikiran orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Akal fikiran ini dalam kepustakaan hokum Islam diistilahkan dengan Al-ra’yu, yakni pendapat orang atau orang-orang yang memenuhi syarat untuk menentukan  nilai dan norma pengukur tingkah laku manusia dalam segala hidup dan kehidupan. Ketiga sumber itu merupakan rangkaian kesatuan dengan urutan seperti yang sudah disebutkan. Al Qur’an dan Al-Sunnah merupakan sumber utama ajaran Islam, sedangkan Al-ra’yu merupakan sumber tambahan atau sumber pengembangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar